Selasa, 19 April 2016

Kemunduran Nokia Dan Blackberry



Good Bye Nokia

Dulu penguasa, kini tidak bermakna. Dimanakah letak kesalahannya? 

VIVAnews - Nokia mengakhiri dominasi 14 tahun pada pasar ponsel dunia. Data yang dirilis IHS iSupply dan Strategy Analitics (Analis Strategi) tidak membawa kabar baik. Saham Nokia kini mendapat status baru, turun ke level BB+/B.

Menurut IHS iSuppli, Nokia mengapalkan 83 juta unit pada kuartal pertama 2012, sementara Samsung 92 juta. Strategy Analitics memiliki angka berbeda yang tidak mengubah nasib Nokia. Perusahaan asal Finlandia ini telah mengirim 82,7 juta ponsel dan Samsung 93,5 juta unit.

Nokia terus mengalami kemunduran selama beberapa tahun terakhir. Di manakah letak kesalahan Nokia? Inilah penyebabnya seperti dikutip dari laman Wired.com:

Nokia terlalu lamban


Nokia merupakan pionir dalam memperkenalkan pasar smartphone dengan peluncuran Seri Symbian pada 2002. Tapi, selama lima tahun OS ini mengalami kendala meraih posisi puncak di pasar.

Ketika 2007, Apple mengenalkan iPhone. Tapi, Nokia terlambat merespons iPhone hingga beberapa tahun. Platform Symbian tampak menua dibanding kesegaran iOS dan Android. Pasar smartphone meledak dengan permintaan konsumen meningkat dibanding ponsel yang mengandalkan browser WAP.

"Nokia seharusnya merespons Apple dengan lebih cepat. Mereka tidak melompat ke Windows Phone hingga 2011. Sekarang mereka menderita karena keterlambatan ini," ujar analis senior IHS.

Android untung, Windows Phone buntung

Samsung sudah menggenjot dengan kecepatan tinggi bersama Android. Kini mereka menjajal pula "makanan" baru Nokia, Windows Phone. Nokia masih harus menunggu Windows Phone memberikan keuntungan yang signifikan.

"Samsung memilih Android pada waktu yang tepat. Karena Samsung telah menjadi pemain dominan di ranah Android, mereka dapat mendaki platform lain yang naik daun," urai analis Strategy Analytics, Alex Spektor.

Atas dan bawah terluka

Nokia lambat merangkul pasar smartphone. Perusahaan yang dikomandoi Stephen Elop ini tidak mengantisipasi kompetisi pada pasar kelas menengah ke bawah. Vendor Cina dan Taiwan seperti HTC, Huawei, dan ZTE memukul dari bawah dengan target negara berkembang.

Generasi tua

Nokia membawa nostalgia game Snake pada seri klasik. Sayangnya, konsumen di negara berkembang telah mengasosiasikan Nokia dengan teknologi zaman dulu. Saat ini, dunia menginginkan perangkat terbaru dan tercanggih.

"Nokia menjadi merek tua. Samsung dilihat sebagai inovator. Nokia memiliki warisan game tradisional Brick dan ponsel candybar," Lam dari IHS.

Organisasi berseri

Apple telah mengatur rilisan ponselnya di bawah payung merek iPhone. Samsung mengadopsi gaya ini dengan seri Galaxy andalan, Samsung Galaxy S. Konsumen menunggu produk terbaru dari seri ini.

Eksekusi Nokia terseok beberapa tahun ini. Pada 2011, Nokia baru kembali dengan Windows Phone. Analis yakin Nokia nanti bisa sukses bersama Microsoft.

Lam percaya apabila Nokia sanggup memangkas pengeluaran dan fokus menata perusahaan, maka dalam jangka pendek mereka dapat bertahan.


Kemunduran Blackberry

Beberapa tahun belakangan ini, dunia pun menyaksikan tersandungnya BlackBerry dari urutan puncak pasar handphone pintar. Penjualan perangkatnya mulai runtuh, dari puluhan juta unit menjadi hanya jutaan saja.

Banyak pengguna BlackBerry mulai beralih ke merek lain. Popularitas dari perangkat yang diluncurkan oleh BlackBerry terus menurun, kalah dari platform mobile yang lebih baru seperti Android dan iOS.
Keduanya menawarkan sistem operasi yang lebih interaktif, lebih berwarna, sambil menawarkan keamanan yang sama baiknya.



Ada 5 kesalahan BlackBerry yang menyebabkannya kehilangan banyak pangsa pasarnya:



1. Terlambat menggunakan teknologi layar sentuh
Mantan CEO BlackBerry, Mike Lazaridis, pernah mengejek teknologi dari iPhone. Dia pernah mengatakan baterai iPhone sangat minim kekuatan dan menolak adanya gagasan bahwa tidak akan mau mengetik pada layar kaca. Pada saat itu BlackBerry baru meluncurkan keyboard QWERTY.

Namun, tren ponsel pintar terus berubah. Pengguna lebih menginginkan ponsel yang memiliki layar lebar, layar sentuh, pemutar musik dan video -- semuanya sudah dimiliki oleh produk-produk besutan Apple.

BlackBerry tidak cepat beradaptasi dan tidak cepat melakukan perubahan. Akhirnya mereka mulai ditinggalkan penggunanya secara perlahan-lahan.

2. Terlalu fokus pada pembuatan produk PlayBook
Tablet BlackBerry PlayBook merupakan salah satu kegagalan terbesar dalam industri teknologi gadget. Produk itu mulai diperkenalkan kepada masyarakat pada tahun 2010 dan mulai dipasarkan pada tahun 2011.

BlackBerry melakukan kesalahan besar, semua sumber dayanya difokuskan untuk pembuatan PlayBook. Tim pengembang ponsel pintar juga ikut bekerja membuat PlayBook. Akhirnya segmen ponsel pintar mulai tidak diperhatikan.

Jika BlackBerry melewatkan pembuatan PlayBook dan langsung memproduksi BlackBerry 10 pada waktu lalu, mungkin hasilkan akan berbeda. Blackberry masih tetap berada di posisi teratas produsen ponsel pintar.


3. Kesalahan besar ada di tangan CEO BlackBerry, Mike Lazaridis dan Jim Balsillie
Dua mantan CEO BlackBerry Mike Lazaridis dan Jim Balsillie, sebenarnya memiliki tanggung jawab yang besar dibandingkan dengan CEO saat ini, Thorsten Heins.

Lazaridis dan Balsillie sangat keras kepala dan tidak mau berubah terhadap tren yang ada di pasar ponsel pintar. Keduanya mengabaikan ancaman dari pesaing-pesaingnyam Apple dan Google, malah menghambur-hamburkan uang untuk pembuatan PlayBook.

Lazaridis dan Balsille pun mundur dari jabatan CEO BlackBerry pada Desember 2011, dan menyerahkan kepada Heins, yang resmi menjadi CEO pada Januari 2012. Heins masih terus berusaha membuat perubahan, tapi BlackBerry sudah sangat jauh tertinggal dari para pesaingnya.

4. Tertundanya peluncuran BlackBerry 10 hingga tahun 2013
Sistem operasi terbaru BlackBerry 10 baru dikeluarkan pada Januari 2013. Namun, pada saat yang sama pesaing mereka, Apple sudah mengeluarkan iOS generasi keenam. Sedangkan Google telah meluncurkan Android generasi keempat.

Untuk membuat suatu sistem operasi bukan hal yang mudah. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk bisa memproduksi sistem operasi yang berkualitas baik. Seandainya Lazaridis dan Balsillie sudah bisa terhadap produk iPhone pada tahun 2007 dan
Android pada tahun 2008, mungkin BlackBerry akan memiliki cerita berbeda.

Selain Blackberry terjebak pada perkembangan produk PlayBook, perusahaan juga lebih memilih meng-update hardware dari pada sistem operasinya. Itu terjadi akibat dari kepemimpinan yang buruk, dan benar-benar sangat memalukan bagi perusahaan.

5. Enterprise
Pasaran enterprise yang dulu pernah "memuja-muja" BlackBerry, beralih ke platform lain, seperti iPhone untuk urusan perusahaan. Perangkat lain, seperti iPhone, mampu menawarkan performa bisnis yang baik, sekaligus menawarkan fitur entertainment, satu fitur yang tidak dimiliki platform BlackBerry. Mulai banyak orang yang beranggapan bahwa BlackBerry membosankan.

Saat iPhone dirilis, diikuti dengan Android, BlackBerry berusaha keras untuk mengikuti, dan sayangnya tidak bisa cepat menyesuaikan diri dengan perubahan keinginan konsumen.

Ada Apa Dengan Industri Elektronik Jepang?



Industri elektronika mereka yang begitu digdaya 20 tahun silam, pelan-pelan memasuki lorong kegelapan yang terasa begitu perih.
Sony diikuti Panasonic dan Sharp mengumumkan angka kerugian trilyunan rupiah. Harga-harga saham mereka roboh berkeping-keping. Sanyo bahkan harus rela menjual dirinya lantaran sudah hampir kolaps. Sharp berencana menutup divisi AC dan TV Aquos-nya. Sony dan Panasonic akan mem-PHK ribuan karyawan mereka. Dan Toshiba? Sebentar lagi divisi notebook-nya mungkin akan bangkrut (setelah produk televisi mereka juga mati).
Walau negara Jepang juga terkenal dengan beberapa strategi sukses luar biasa, siapa sangkap nagara ini juga memliki rahasia yang mungkin belum banyak diketahui oleh kita semua terkait kelemahan yang ada di lingkungan perusahaan jepang penyebab mereka bisa roboh dan runtuh karena harus tersenggol pesaing mereka dari negara lain yang menyerang masuk ke jepang.
Dari apa yang kami ketahui berdasarkan beberapa sumber terkait faktor – Faktor yang menyebabkan lemahnya perusahaan jepang dan menjadi sebab keruntuhan mereka, ialah sebagai berikut:


Pertama : Faktor ” Harmony Culture Error “

Kita tahu bahwasanya di era digital seperti ini “ Kecepatan” adalah kunci Bisnis sukses. Atau istilah Speed In Decision Making And speed in Product development akan sangat berlaku sekali dijaman ini.

Perusahaan jepang mungkin belum siap dengan keadaan ini, pasalnya ini benar – benar membuat mereka menjadi kewalahan dalam persaingan bisnis. Karena Di jepang sangat menjunjung tinggi Harmoni dan Konsesus dalam beberapa perusahaan.
Bila anda ingin tahu, silahkan datang memantau bagaimana perusahaan jepang melakukan Rapat kerja dalam menentukan pengambilan keputusan, karena mengangungkan Konsensus jepang rela menghabiskan waktu berminggu – minggu untuk Rapat dalam pengambilan keputusan terkait produk baru yang akan mereka luncurkan. Sayangnya , begitu rapat mereka selesai, Samsung atau LG sudah keluar dengan produk baru lebih dulu, dan para senior manajer Jepang itu hanya bisa melongo lebar.

Perusahaan yang sangat menjunjung Tinggi Konsesus di Era digital ini = Tragedi lamban dalam mengambil keputusan, karena keburu oleh perusahaan pesaing dari negara lain. Budaya Harmoni Jepang juga menjadi sebab ide – ide kreativ mereka menjadi terhambat dan tidak pernah mekar.

Kedua : Faktor “ Seniority Error ”


Masih berkaitan dengan Jaman Serba Digital seperti sekarang, INOVASI adalah nafas sebuah perusahaan.
Di jepang sangat mementingkan dan menjaga budaya senioritas dan sangat loyalitas atau sungkan pada atasan. Perusahaan jepang sangat rajin memelihara para sesepuh sebagai senioritas, disana kita tidak akan melihat perusahaan jepang memiliki senior manajer yang berusia 30 tahunan, karena disana tidak percaya istilah “ rising Star dan Young Creative Guy merupakan hal aneh bagi mereka.
Setiap ada promosi karir perusahaan jepang menggunakan metode “Urut Kacang” artinya yang Tualah yang didahulukan, So, No Matter What.
“Di perusahaan Jepang, loyalitas pasti akan sampai pensiun. Jadi terus bekerja di satu tempat sampai pensiun adalah kelaziman”.
Kelemahan ini akan menjadi sebab kematian Inovasi, bagaimana akan tercipta orang – orang muda creative jika anak muda selalu disampingkan.

Ketiga : Adanya “ Old Nation Error”.


Faktor kelamahan yang terakhir ini agak mirip memang dengan “ seniority Error”. Aspek Demografi jepang merupakan Nagara yang Menua, artinya lebih dari separuh penduduk jepang berusia 50 tahun keatas.
Hal ini memberikan gambaran bahwasanya, perusahaan di jepang mayoritas senior manajernya memiliki mereka yang usianya sudah menua dan tentunya akan lamban dalam berinovasi.
Biasanya yang berlaku adalah bagi karyawan yang sudah bertahun – tahun bekerja pada perusahaan yang sama mereka akan kurang peka terhadap perubahan yang berlangsung begitu cepat di luar perusahaan. Disana ada Situasi “ ComfortZone” yang menjadi energi para senior tua.
Kasus Nokia kita tahu, penerus perusahaan yang juga merupakan putra penggagas perusahaan yang sempat menjadi Idola dunia karena produk Hp Nokianya, kini berlahan menghilang, karena didalamnya sangat menjunjung tinggi Loyalitas dan sungkan pada karyawan tua yang menjadi senior, mereka tidak memberikan inonasi baru bagi nokia dan pada akhirnya menjadi sebab berlahan tenggelam.